| Valentine Day Sekadar Geliat Budaya Zaman begitu cepat berubah seiring dengan geliat kehidupan manusia. Coba saja lihat setiap tahun pada 14 Februari ada sebagian dari kita latah ikut-ikutan merayakan Hari Kasih Sayang alias Valentine’s Day. Namun, ada juga yang menolaknya dengan alasan itu diadopsi dari budaya 'asing' dan kurang pas jika dikembangbiakan di tanah air kita. Valentine dianggap hari istimewa dan spesial. Di hari itu orang boleh mengekspresikan cinta dan kasih sayang. Kapan dan siapa yang mempopulerkan kebiasaan ini di Indonesia ? Sepertinya pertanyaan ini tak perlu dijawab, sebab yang ikutan merayakan Cuma komunitas yang sangat sempit dan tidak berpengaruh pada perkembangan budaya bangsa. Karena itu, di kalangan kawula muda sendiri - Valentine eksistensinya sekadar hadir tanpa harus mengakar. Banyak tingkah yang dilakukan sekelompok kecil untuk menunjukkan kasih sayang pada orang terdekat seperti sang kekasih. Ada juga antar teman saling bertukar cindera mata atau membagi kado kasih sayang yang diekspresikan dengan bahasa cinta, melalui kartu ucapan atau lewat SMS di ponsel, atau merayakannya secara bersama-sama sambil menikmati makan kesukaan. Namun dalam konteks menjalin tali pergaulan sesama manusia, Valentine barangkali bisa diekspresikan sebagai wahana penyadaran diri akan pentingnya kasih sayang. Motivasi semacam ini menjadi penting, apalagi disaat bangsa ini sedang dilanda perpecahan dan punya hobby baru bertarung dan saling gontok-gontokan. Nuansa saling serampang makin nampak setelah politisi membius rakyatnya untuk memilih wadah kecil-kecil dalam bentuk 240 partai yang sudah terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM. Hari kasih sayang itu sebenarnya tidak harus spesial pada 14 Februari saja. Seyogianya kasih itu terus mengalir bagaikan Kasih Kristus yang tiada pandang bulu dan pandang waktu . KasihNya tiada henti walaupun orang kadang tidak menyadari bahwa pada setiap tarikan nafas, kasih itu mengalir sepanjang masa. Di masyarakat komunitas kasih harus diterjemahkan dalam kehidupan manusia yang memandang perlu hidup saling menghormati, saling mengasihi, dan saling berdampingan. Pandangan Teologis. Valentine’s Day sebenarnya lahir di kota Roma. Awalnya, ketika musim tanam tiba, diadakan perayaan untuk mengungkapkan ucapan syukur kepada Sang Pencipta. Secara budaya – komunitas masyarakat yang agraris itulah yang memulai hingga akhirnya kebiasaan tersebut menjadi awal dari ide di gelarnya festival. Ternyata perayaan tersebut, memperoleh sambutan yang cukup luas. Secara historis di Zaman Roma Kuno, hubungan antara pria dan wanita sangat dibatasi dan sulit untuk bertemu. Pada kesempatan acara festival itulah, kaum pria dan wanita memiliki peluang untuk bertemu dan saling mengenal satu dengan lainnya. Salah satu permainan yang menjadi idola yaitu memilih pasangan yang tidak diduga sebelumnya dengan cara diundi. Kalau kita bayangkan hampir sama dengan permainan petak umpet yang sulit kita duga sebelumnya. Tetapi itulah hal yang menarik, karena pasangan yang tak terduga dapat saja terjadi. Dari pasangan itulah, mereka berdua dapat mengekspresikan cinta sesaat dengan bahasa bunga. .Sebenarnya komunitas yang terjadi pada waktu itu, lebih didasari pada ungkapan syukur pada alam semesta. Adapun simbol ucapan syukur itu ditujukan pada dewa-dewi yang telah memberinya kehidupan yang membahagiakan. Namun, nilai-nilai itu kemudian terkikis dengan berkembangnya agama Kristen. Valentine adalah sebuah nama. Secara simbolis Valentine dijuluki sebagai ”Saint”. Dengan nuansa yang lebih agamis, untuk mengagungkan cinta dan mengungkapkannya tidak hanya pada kehidupan alam semesta saja. Melainkan, keberadaan manusia jauh lebih penting dan pada sang pencipta sajalah – mutlak hal itu ditujukan. Jadi bukan pada dewa- dewi. Di kalangan bangsawan Eropa hari Valentine menjadi hal yang rutin dirayakan lewat pesta-pesta dan pemberian hadiah yang sifatnya pribadi. Penyair Inggris yang sangat terkenalpun Geoffrey Chaucher ikut simpati untuk menyatakan valentine sebagai hari cinta yang sejati yang dilambangkan sebagai burung merpati. Di akhir abad 19, kartu Valentine dan bunga diproduksi secara massal dan menjadi simbol hari Kasih Sayang. Hingga sekarang, perkembangan itu semakin meluas dan tidak dapat dibendung oleh waktu dan perjalanan zaman. Kasih bagi kehidupan manusia adalah sumber yang harus dipancarkan. Tanpa Kasih manusia akan kehilangan segala akal dan budi. Secara kodrati dan imani, pada dasarnya manusia sangat membutuhkan Kasih Sayang sejak di kandungan ibunya. Hingga ia dewasa – pelukan Kasih Sayang tidak bisa dilepaskan dari kandungan ibu pertiwi, sehingga melahirkan komunitas baru yang dapat menghubungkan antar benua, negara, bangsa, suku, agama dan warna kulit serta perbedaan latar belakang budaya. Manusia dilahirkan untuk mencipta dan memperbaharui kehidupan yang lama menjadi baru. Dan proses pencerahan itu, sangat bertalian erat dengan nilai-nilai teologis. Karena buah dari Kasih Sayang itu – meliputi batas empati kemanusiaan yang tidak dapat diukur dengan apapun. Hanya dengan getaran suara hati nurani, nilai persahabatan itu dapat terwujud dan dinyatakan. Mewakili akan hal itu, bahasa cinta mempunyai kandungan kasih yang sangat dalam. Geliat Budaya Di tanah air, perayaan Valentine’s Day mengundang banyak keraguan di kalangan masyarakat. Keraguan itu dikarenakan Valentine datangnya dari negara asing. Sementara, perkembangan tehnologi melesat begitu jauh dan meluncur ke depan bagaikan anak panah yang lepas dari busurnya.. Sedangkan batasan tembok transformasi budaya sangat tipis dan bahkan tidak lagi ada sekat-sekat pemisah. Melalui saluran jarak jauh yang tidak lagi dihubungkan dengan kabel, membuat kehidupan manusia berubah sangat drastis. Dan kesadaran itu lahir, karena pada dasarnya manusia terus berkembang.. Melalui bahasa cinta, barangkali Valentine sebagai geliat budaya untuk membuka ajang perdamaian melalui ungkapan Kasih Sayang. Sebab bagaimanapun juga Valentine dalam perkembangannya dapat dijuluki sebagai Saint of Lovers. Valentine’s Day, eksistensinya makin meluas. Bukan hanya melanda pada jiwa dan kebutuhan kawula muda, tetapi sudah merasuk pada sisi kehidupan secara massal. Terbukti, nilai kasih sayang itu tidak hanya tercipta dan untuk memperingati hari-hari istimewa saja. Melainkan, kasih sayang menjadi suatu dinamika dari kehidupan manusia yang sejak dulu hingga sekarang terus berkembang.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar